Wednesday, October 7, 2015

Pengelolaan Lahan tanaman sela Hutan (Upaya pencegahan pembakaran hutan)

Daerah gunungkidul, jalur bantul panggang via bibal atau playen banyusoco
diakhir musim kemarau marak terjadi “kebakaran” seperti ini
banyak sekali pembakar hutan
setelah terbakar para petani akan maculi tanah bekas bakaran
begitu hujan pertama turun maka itu yang jadi berkah menumbuhkan batang singkong ataupun benih jagung dan kacang yang mereka tanam
Disini, para petani lahan garapan seperti ini biasanya hanya satu keluarga yang mengerjakannya,
dua orang sebagian besar adalah kakek nenek yang menghabiskan masa tua mereka dikampung dengan dititipi beberapa cucu kecil dan remaja yang harus mereka jaga sedang anak dan menantu ada diluar jawa mengadu nasib
Dibesarkan dijawa timur, malang tepatnya sedangkan simbah di sumatera
Perjalanan silaturahmi kesana membuat saya punya ingatan pemandangan bagaimana vegetasi sepanjang jalan, tipe lahan, kultur tanam petani jawa timur, jawa tengah, jawa barat, lampung misalnya
Itulah yang membuat saya punya pemahaman berbeda memandang kebakaran hutan.
saya yakin diluar jawa sana mungkin pola dan sebab pembakaran hutan berbeda,
lalu apakah mereka penjahat? Lalu kenapa pemerintah diam saja?
trus nek misal sampai dipenjara gara-gara membakar hutan, bayangkan betapa sepinya kampung
betapa ramainya detik dot com, seorang nenek diperkarakan polisi hutan lalu dipenjara karena membakar sampah? Lalu akan muncul koin A, koin B, yang bila sukses macam penyelamatan TKI C tempo dulu dan koin2 itu sekaligus membuatnya kaya, akan membalik keadaaan dan tema diskusi pun jadi TKI C ditolong tak tahu balas budi
ribet amat sih hidup? Mudah banget sih kita diprovokasi?
Tak saya pungkiri saya gemas melihat petani2 itu
sempat terpikir mengapa mereka memilih membakar bukan menggunakan herbisida misalnya?
Lalu saya amati tipe gulma yang tumbuh,
Semak perdu seperti ini kalaupun kering terkena herbisida masih harus “mbabati” sisa-sisa batang
uangnya untuk beli herbisida?
Bisa membayangkan beratnya kalau harus mbabati “alas” kemudian menggali tanah dan mengubur hasil babatan gulma?
Bisa membayangkan “memeng” nya dua orangtua mengumpulkan seresah untuk dijadikan kompos?
Bagaimana lahan dengan seresah bukankah bisa jadi pupuk? Kenapa mereka tetap membakarnya?
Karena membuat kompos butuh waktu dan tenaga tidak sedikit
Karena mereka mengejar hujan pertama yang akan jadi titik penentu mereka panen atau tidak, yang berlanjut mereka jadi bisa makan atau tidak
Yah inilah siklusnya, berulang begitu setiap musim tanam
Ini saja di Jawa, yang kalau butuh herbisida sesulit sulitnya tinggal naik motor satu jam ke jogja misalnya
Bagaimana diluar jawa sana?
Saya bisa mengeluh asap, debu, dsb
Tapi bagi mereka, ini penyambung hidup
Apakah para pembakar itu tidak keplepeken saat membakar hutan?
Tentu saja mereka juga keplepeken
Apakah urusan perut ini membuat apa yang mereka lakukan jadi benar?
Tentu saja tidak!
Tapi ada jalan tengah yang bisa kita lakukan
Ada solusi yang bisa kita upayakan, tentang pengelolaan lahan misalnya?
Jadikan seresah booming se booming bank sampah misalnya?
Bank sampah pun macet, karena niat awal baik tak konsisten akibat lebih banyak orang lihai yang memainkan proyek bank sampah
Disini sedikit demi sedikit saya edukasikan kepada murid-murid
Tentang MOL yang mempercepat pembusukan kompos misalnya
Cobalah melihat lebih dekat
Cobalah tawarkan solusi dan sebarkan
Berhentilah menyiramkan bensin ke dalam bara
Dengan ilmu yang anda punya
Dengan kekuatan dunia maya yang ada ditangan kita
teman2 yang di LIPI atau pertanian, cobalah posting cara efektif mengatasi ini, nanti kita bantu sebarkan.
sayalah minimal
atau siapapun yang kebetulan tahu solusi masalah ini
cobalah tuliskan
dari sini kita bisa beri sumbangsih ide
dari sini kita bahu membahu menyelesaikan masalah tak cuma berkoar mencari kambing hitam